PENAWAR ATAU UBAT MENGEKANG LIDAH DARI MENGUMPAT
Ketahuilah bahwasanya segala keburukan-keburukan akhlak, dan kelakuan yang terkeji dapat dipulihkan semula dengan pati dan inti ilmu pengetahuan dan amalan.
Adapun penawar untuk mengekang lidah dari mengumpat orang secara ringkas,
Ketahuilah bahwasanya segala keburukan-keburukan akhlak, dan kelakuan yang terkeji dapat dipulihkan semula dengan pati dan inti ilmu pengetahuan dan amalan.
Adapun penawar untuk mengekang lidah dari mengumpat orang secara ringkas,
1- Suka mengumpat itu akan mendedahkan dirinya kepada kemurkaan Allah Ta’ala. Tegasnya, bila ia mengumpat orang samalah seperti ia melanggar perintah atau larangan Allah Ta’ala.
2- Meneliti diri sendiri terlebih dulu, apakah dalam dirinya itu ada atau tiada keaiban atau keburukan-keburukan. Jika ada, tentulah lebih utama ia membetulkan diri sendiri daripada mengumpat orang lain.
Rasulullah s.a.w. telah bersabda:
“Bertuahlah orang yang sentiasa bekerja kuat untuk membetulkan diri sendiri, daripada menyebut-nyebut keaiban orang lain.”
Apabila terdapat pada diri seseorang sesuatu keburukan, maka sepatutnya ia merasa malu kerana lalai untuk membetulkan diri sendiri sebaliknya mencuba pula untuk membetulkan orang lain. Seterusnya hendaklah ia faham, bahwa jika ia mendapati orang lain itu bersikap lemah, atau tidak berdaya untuk membetulkan dirinya sendiri. Ini jika keaiban-keaiban atau keburukan itu dilakukan oleh orang itu dengan sengaja dan dengan pilihan sendiri bukan terpaksa. Tetapi jika keaiban atau keburukannya itu memang dari asala semula jadinya, maka mencelanya samalah seperti mencela Tuhan yang menjadikannya. Sebab siapa yang mencela sesuatu ciptaan, maka ia telah mencela penciptanya.
Apabila seseorang hamba mendapati dirinya sepi dari keaiban atau keburukan, maka sayugialah hendaknya ia mensyukuri Allah Ta’la yang telah memeliharaya dari segala sifat-sifat yang tidak baik itu. Dan jangan pula ia cuba mengotori peribadinya dengan keburukan-keburukan yang amat tercela kelak. Sebab mencela atau mengumpat orang lain itu diumpamakan seperti memakan daging orang mati, dan ia adalah terkira antara sebesar-besar keaiban.
Bahkan jika ia menginsafi dirinya dan bertenang sejenak, niscaya ia akan dapati, bahwa sangkaannya yang dirinya itu suci dari segala keaiban dan keburukan itu adalah salah. Ini membuktikan juga, bahwa ia masih belum kenal betul-betul dengan diri sendiri. Orang yang menganggap dirinya tidak pernah bersalah adalah berdosa besar.
3- Memahami bahwa orang yang dicelanya itu akan merasakan pedihnya celaan itu, sama seperti dirinya sendiri bila dicela oleh orang lain. Jika sekiranya ia tidak meredhai orang lain mencelanya, maka sewajarnyalah ia juga tidak meredhai orang lain mencelanya, maka sewajarnyalah ia juga tidak meredhai sesuatu bagi orang lain, sebagaimana ridak diredhainya sesuatu itu bagi dirinya sendiri.
Kesimpulannya: Sesiapa yang memang kuat keimanannya tentulah lidahnya akan terpelihara dari ghibah atau mengumpat orang lain.
Rasulullah s.a.w. telah bersabda:
“Bertuahlah orang yang sentiasa bekerja kuat untuk membetulkan diri sendiri, daripada menyebut-nyebut keaiban orang lain.”
Apabila terdapat pada diri seseorang sesuatu keburukan, maka sepatutnya ia merasa malu kerana lalai untuk membetulkan diri sendiri sebaliknya mencuba pula untuk membetulkan orang lain. Seterusnya hendaklah ia faham, bahwa jika ia mendapati orang lain itu bersikap lemah, atau tidak berdaya untuk membetulkan dirinya sendiri. Ini jika keaiban-keaiban atau keburukan itu dilakukan oleh orang itu dengan sengaja dan dengan pilihan sendiri bukan terpaksa. Tetapi jika keaiban atau keburukannya itu memang dari asala semula jadinya, maka mencelanya samalah seperti mencela Tuhan yang menjadikannya. Sebab siapa yang mencela sesuatu ciptaan, maka ia telah mencela penciptanya.
Apabila seseorang hamba mendapati dirinya sepi dari keaiban atau keburukan, maka sayugialah hendaknya ia mensyukuri Allah Ta’la yang telah memeliharaya dari segala sifat-sifat yang tidak baik itu. Dan jangan pula ia cuba mengotori peribadinya dengan keburukan-keburukan yang amat tercela kelak. Sebab mencela atau mengumpat orang lain itu diumpamakan seperti memakan daging orang mati, dan ia adalah terkira antara sebesar-besar keaiban.
Bahkan jika ia menginsafi dirinya dan bertenang sejenak, niscaya ia akan dapati, bahwa sangkaannya yang dirinya itu suci dari segala keaiban dan keburukan itu adalah salah. Ini membuktikan juga, bahwa ia masih belum kenal betul-betul dengan diri sendiri. Orang yang menganggap dirinya tidak pernah bersalah adalah berdosa besar.
3- Memahami bahwa orang yang dicelanya itu akan merasakan pedihnya celaan itu, sama seperti dirinya sendiri bila dicela oleh orang lain. Jika sekiranya ia tidak meredhai orang lain mencelanya, maka sewajarnyalah ia juga tidak meredhai orang lain mencelanya, maka sewajarnyalah ia juga tidak meredhai sesuatu bagi orang lain, sebagaimana ridak diredhainya sesuatu itu bagi dirinya sendiri.
Kesimpulannya: Sesiapa yang memang kuat keimanannya tentulah lidahnya akan terpelihara dari ghibah atau mengumpat orang lain.
No comments:
Post a Comment