Sunday, May 30, 2010

IKUT ISLAM ATAU IKUT SYAITAN? Judi ikut syaitan.






Judi samada ada lesen atau tak ada lesen tetap HARAM. Judi bola sepak haram, judi bola apapun haram. Pada negeri-negeri yang mengharamkan judi bola sepak baguslah dan tahniah, namun judi-judi lain juga wajib diharamkan. tk
Baca Selanjutnya...

Saturday, May 29, 2010

NUSYUZ - Isteri derhaka atau Suami Zalim?

NUSYUZ
Nusyuz secara bahasa adalah ketidakpatuhan, diambil dari an-Nasyz yang berarti tanah yang tinggi, ketidakpatuhan disebut nusyuz karena pelakunya merasa lebih tinggi sehingga dia tidak merasa perlu untuk patuh.


Nusyuz dalam istilah rumah tangga adalah kebencian suami isteri kepada pasangannya. Wanita itu nusyuz kepada suaminya jika dia tidak patuh kepadanya, suami nusyuz kepada isteri jika dia memperlakukannya dengan buruk dan berpaling darinya.


Nusyuz adalah keadaan yang terjadi pada suami atau isteri dalam bentuk ketidakharmonian, kerenggangan, ketidaksukaan, penolakan, ketidakpatuhan dan kedurhakaan dari isteri atau berpaling dari suami.


Allah Subhanahu waTa’ala telah mensyariatkan sebuah solusi bijak untuk mengatasi problem rumah tangga ini sesuai dengan perkembangan dan kondisi lapangan dengan menggunakan kelembutan, ketenangan dan kesabaran, Allah tidak memerintahkan memutus hubungan di antara suami istri dengan talak atau khulu’ secara langsung, akan tetapi Dia memberikan arahan-arahan kepada suami dan isteri untuk mengulangi tanda-tanda nusyuz pada tahapnya yang pertama.
Nusyuz suami
Allah Ta’ala berfirman, artinya, “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. an-Nisa`: 128).

Kekhawatiran adalah dugaan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan dengan terlihatnya sebagian tanda-tandanya atau indikasi-insikasinya. Dalam kondisi semacam ini, maka ayat di atas mengarahkan kepada suami isteri untuk melakukan islah/ kesepakatan damai sekalipun salah satu pihak harus mundur dari haknya dan pihak lain mendapatkan lebih, hal ini demi keutuhan rumah tangga.

Aisyah menjelaskan sifat nusyuz dari suami dan cara mengatasinya, dia berkata tentang firman Allah, artinya, “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya.” Aisyah berkata, “Dia adalah wanita yang bersuami, suami tidak mempedulikannya, dia ingin mentalaknya dan menikahi wanita lain, maka isteri berkata kepada suami, ‘Biarkan aku bersamamu, jangan menceraikanku, silakan menikah dengan yang lain, aku tidak menuntut nafkah darimu dan pembagian, itulah firman Allah Subhanahu waTa’ala, artinya, “Maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka).”

Berdamai bisa tercapai pada sesuatu yang merupakan hak suami, dan hak isteri atas suami adalah mahar, nafkah dan hak bermalam, isteri berhak menuntut tiga perkara ini dari suami, suami rela atau tidak. Adapun hubungan suami isteri, maka isteri memiliki hak padanya untuk menjaga dan melindunginya dari perkara-perkara yang haram.
Perdamaian di sini bisa dengan pengembalian mahar, semuanya atau sebagian, atau isteri menggugurkan kewajiban nafkah dari suami, atau menggugurkan jatah bermalam. Tujuan isteri melakukan ini adalah agar suami tidak mentalaknya, jika hal ini disepakati oleh keduanya, maka ia sah.


Dalam kondisi ini isteri disarankan bersabar, bersikap bijak dan bertindak dengan cermat, jika dia mencium gelagat kebencian dan ketidakpedulian dari suami demi menjaga ikatan pernikahan, dengan kebijakan, kepintaran dan perasaannya sebagai wanita dia bisa mengetahui sebab berpalingnya dan sikap acuh suami, lalu dia berusaha menepis sebab-sebab ini, memperbaiki keadaan dan menemukan tempat-tempat penyakit dan persoalan untuk diubati.

Tidak semua sikap acuh suami tergolong nusyuz, ada banyak persoalan hidup yang penting yang menyibukkan fikirannya, menyita waktu dan tenaganya dalam jumlah besar, seperti persoalan-persoalan ekonomi, sosial dan lainnya di mana tenaga dan dayanya terfokus kepadanya sehingga suami pulang kepada isteri dalam keadaan sangat letih dan lelah akibatnya suami tidak bisa berkelakar, berbincang malam dan memberinya kehangatan, maka wajib atas isteri mengetahui sebab-sebab ini dengan jelas dan memastikan problem nusyuz dan sikap acuh suami yang dia rasakan dan dia lihat, jika persoalannya seperti ini atau ada sebab lain yang bersifat insidentil, maka istri harus bersabar dan menerima sampai sebab-sebab tersebut hilang dengan sendirinya.

Di samping bersabar, isteri juga harus membantunya, jika dia memang mampu untuk itu, menyediakan iklim kejiwaan dan ketenangan rohani dalam rumah, mengikis kesedihan dan kesusahan dari suami dengan kelembutan, kasih sayang dan keceriaannya, menghapus duka dan kelelahan yang dia dapatkan dalam pekerjaannya di luar dengan senyuman yang tulus dan jiwa yang optimis, menggugah kembali sikap optimis, ketenangan, semangat dan pantang menyerah dalam jiwa suami. Biasanya sebab-sebab seperti ini akan lenyap, jika isteri memperhatikan hal-hal seperti ini dalam kehidupan rumah tangganya.


Jika ternyata suami berpaling dan menghindar karena sesuatu pada isteri yang tidak dia sukai, maka isteri harus memperbaiki keadaannya, memperhatikan apa yang dipandang dan dicium suami, berusaha menghilangkan sebab-sebab kebencian yang merupakan sebab terpenting mengapa suami berpaling dan menjauh. Jika seluruh usaha tidak berhasil dan suami tetap berpaling dan bersikap nusyuz, maka solusinya adalah apa yang tertera dalam ayat yang mulia, “Maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya.” Yakni tidak mengapa keduanya berdamai di atas sesuatu kesepakatan, seperti isteri tidak menuntut sebagian haknya dalam mahar, nafkah atau bermalam, agar isteri tetap menjadi isteri, atau isteri mengembalikan mahar untuk berkhulu’ darinya, jika dia tidak mampu bersabar, sebagaimana firman Allah Subhanahu waTa’ala, artinya, “Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.” (QS. al-Baqarah: 229).

Dengan syarat dalam perkara ini suami tidak berlaku aniaya yang membuat isteri terpaksa berkhulu’ sehingga suami berhasil mengambil kembali mahar dari isteri, kecuali jika khulu’ ini dengan kerelaan istri dan dia meyakini, bahwa ia lebih baik baginya.

Al-Qurthubi menjelaskan tentang penentuan perdamaian, di mana Allah Subhanahu waTa’ala berfirman, artinya, “Dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka).” Al-Qurthubi berkata, “ Perdamaian adalah kata umum lagi mutlak yang berarti bahwa perdamaian hakiki di mana jiwa tenteram kepadanya dan perselisihan terangkat adalah lebih baik daripada talak, termasuk dalam makna ini semua kesepakatan yang disetujui oleh suami dan isteri, dalam bentuk harta atau bermalam atau selainnya. ‘Lebih baik’ yakni lebih baik daripada perpisahan, mempertahankan perselisihan, permusuhan dan kebencian, semua itu termasuk dasar dari keburukan.”

Islam mengajak suami isteri untuk memberikan segala upaya untuk mengokohkan pondasi-pondasi kehidupan mereka berdua dan menguatkan ikatannya, karena ikatan suami isteri termasuk ikatan teragung dan paling patut dijaga, perjanjiannya adalah perjanjian paling berat dan paling berhak untuk dipenuhi.

Allah Subhanahu waTa’ala berfirman, artinya, “Dan mereka (para isteri) telah mengambil darimu perjanjian yang kuat.” (QS. an-Nisa`: 21).
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallambersabda,“Sesungguhnya syarat yang paling patut untuk dipenuhi adalah akad yang dengannya kalian boleh berhubungan suami isteri.” (HR.al-Bukhari & Muslim).
Sumber : alSofwah : Ust. Izzudin Karimi, Lc).
Baca Selanjutnya...

Thursday, May 27, 2010

TAATILAH SUAMI MU ......... syurga menanti anda SIRI ii

Keutamaan taat kepada suami
Suami muslim sebagai penanggungjawab rumah tangga mendambakan kehidupan rumah tangga yang tenteram, diliputi dengan cinta dan kasih sayang demi mewujudkan kebahagiaan bagi seluruh anggota rumah tangga dan salah satu faktor penting dalam mewujudkan hal tersebut adalah kepatuhan dan ketaatan seorang isteri muslimah kepada suaminya setelah ketaatannya kepada Allah Subhanahu waTa'ala dan RasulNya.

Bisa dibayangkan bagaimana keadaan rumah tangga seandainya isteri tidak taat dan patuh kepada suami, kebahagiaan yang diimpikan akan lenyap, kegembiraan yang didambakan akan terkubur dan kasih sayang yang diharapkan tumbuh subur akan layu untuk selanjutnya mati tergantikan oleh percekcokan, perselisihan dan pertengkaran. Hal ini dipicu oleh -salah satunya- keengganan dan penolakan isteri untuk taat kepada suaminya.

Keutuhan rumah tangga sangat diperhatikan oleh Islam, karena bagaimanapun rumah tangga yang utuh jauh lebih baik dari pada rumah tangga yang bubar di tengah jalan, dari sini kita memahami ketika talak diizinkan, ia diizinkan dalam kondisi dharurat dan itu pun demi kebaikan dan kemaslahatan suami dan isteri. Demi menjaga keutuhan rumah tangga ini, Islam meletakkan batasan-batasan hak dan kewajiban bagi dan atas suami isteri, misalnya dari sisi isteri, dia memiliki kewajiban taat dan patuh kepada suaminya.

Jangan salah faham ketika isteri diharuskan taat kepada suami setelah ketaatannya kepada Allah Subhanahu waTa'ala dan RasulNya, ini tidak serta merta bererti darjat isteri lebih rendah atau ini merupakan perendahan kepada wanita, tidak demikian karena pada prinsipnya hak dan kewajiban dalam rumah tangga adalah setara dan sebanding sebagaimana telah penulis singgung dalam makalah sebelumnya, akan tetapi ini hanyalah pengaturan dan penempatan masing-masing dari suami dan isteri pada pos yang memang sesuai dan sejalan dengan tabiat dan fitrah masing-masing, tidak mungkin dalam satu kapal ada dua nahkoda dan tentu yang paling pantas menjadi nahkoda adalah orang yang memiliki kriteria dalam kadar lebih untuk itu, dan ini ada pada diri suami.

Di samping itu ketaatan dan kepatuhan isteri tidak berbuah cuma-cuma, ada imbalan besar lagi utama yang disediakan atasnya sebagai pendorong, akan tetapi buah dan imbalan besar ini hanya bisa dipetik oleh isteri-isteri yang beriman dengan baik kepada Allah Subhanahu waTa'ala yang dengannya dia lebih mementingkan apa yang ada di sisiNya daripada selainnya.

Ketaatan kepada suami adalah salah satu kunci masuk surga.
Setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan tidak terkecuali isteri tentu berharap bisa meraih surga, kebahagiaan abadi yang tidak akan pernah terputus untuk selama-lamanya, oleh karena itu dia akan berusaha menelusuri setiap jalan yang bisa menyampaikannya kepadanya dan jalan ke sana memang banyak, salah satunya secara khusus untuk isteri yaitu ketaatannya kepada suaminya.

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Apabila seorang wanita menjaga solat lima waktu, berpuasa pada bulannya, menjaga kehormatannya dan mentaati suaminya niscaya dia akan masuk surga dari pintu mana saja yang dia inginkan." (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)

Adakah balasan yang lebih besar dan utama dari ini? Masuk syurga, tidak sebatas itu akan tetapi lebih dari itu, dari pintu mana saja yang dia kehendaki. Belum cukuplah hal ini menggugah dan mendorongmu untuk taat dan patuh kepada suamimu?

Imam Ahmad dan al-Hakim meriwayatkan dari al-Husain bin Mihshan bahwa bibinya datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk suatu keperluan, setelah dia selesai dari keperluannya, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya kepada bibi al-Husain, "Apakah kamu bersuami?" Dia menjawab, "Ya." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya, "Bagaimana dirimu terhadapnya?" Dia menjawab, "Saya tidak melalaikannya kecuali jika saya tidak mampu." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Lihatlah dirimu daripadanya, karena dia adalah syurga dan nerakamu." Wallahu a'lam.
Sumber : al-Sofwah(Ust. Izzudin Karimi, Lc)
Baca Selanjutnya...

Wednesday, May 26, 2010

TAATILAH SUAMI MU ......... syurga menanti anda

Pernikahan adalah salah satu nikmat Allah yang diberikan kepada laki-laki dan perempuan dengan kadar yang sama dan berimbang, ia adalah wujud kecintaan, kasih sayang, mementingkan pasangan, saling memberi dan menerima, hal itu terbaca jelas dalam firman Allah Subhanahu waTa'ala,

وَمِنْ ءايَـتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَجاً لِّتَسْكُنُواْ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِى ذَلِكَ لأَيَـتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ﴾
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS. ar-Rum: 21).

Demi menjaga kelangsungan kasih sayang dan hubungan baik antara suami isteri maka Allah meletakkan hak bagi masing-masing atas pasangannya.

Firman Allah Subhanahu waTa'ala, وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِى عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوف
وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ِ
, "…..Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya." (QS. al-Baqarah: 228).

Isteri mempunyai hak-hak atas suami yang tidak sedikit yang wajib diberikan oleh suami kepadanya, jika suami tidak menunaikannya, maka hal itu dianggap sebagai dosa dan kemaksiatan yang tidak ringan di sisi Allah. Sebaliknya suami memiliki hak-hak atas isteri sebanding dengan hak isteri atas suami, di antara hak-hak suami adalah hendaknya seorang wanita muslimah menjadi isteri yang patuh dan taat kepada suaminya dengan menunaikan hak-haknya sebaik-baiknya.

Besarnya hak suami atas isteri.
Hak suami atas isteri adalah besar, kedudukannya di hadapannya adalah agung, hal itu tergambar dengan jelas melalui:

A. Perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kepada isteri agar bersujud kepada suami seandainya makhluk boleh bersujud kepada makhluk. Dari Abu Hurairah radiyallahu 'anhu dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,"Seandainya aku memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain niscaya aku memerintahkan isteri agar bersujud kepada suaminya." (HR. at-Tirmidzi)

B. Murka yang di langit kepada isteri yang menolak permintaan suami untuk bermesra, murka ini hapus jika suami redha kepada isteri. Dari Abu Hurairah radiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda, "Demi dzat yang jiwaku berada ditanganNya, tidak ada seorang suami mengajak isteri ke ranjangnya lalu isterinya menolaknya kecuali yang di langit memurkainya sehingga suami redha kepadanya ."

C. Penunaian ibadah-ibadah sunnah oleh isteri bergantung kepada izin suami, jika ibadah-ibadah tersebut menghalangi hak suami. Dari Abu Hurairah radiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda, "Tidak halal bagi wanita berpuasa sementara suaminya ada/hadir kecuali dengan izinnya. Dan hendaknya dia tidak mengizinkan di rumahnya kecuali dengan izinnya."

Khusus dalam hal ini terdapat teladan dari Aisyah radiyallahu 'anha isteri Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam, Aisyah berkata, "Aku pernah berhutang puasa Ramadhan, aku baru bisa melunasinya di bulan Sya'ban hal itu karena kedudukan Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam." (HR. Jamaah).

D. Menghadirkan seseorang di rumah suami bergantung kepada restu suami. Sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah radiyallahu 'anhu di atas, "Dan hendaknya dia tidak mengizinkan di rumahnya kecuali dengan izinnya."

E. Izin khulu' -menuntut berpisah dari isteri dengan membayar iwadh (ganti rugi)- dalam kondisi isteri takut tidak mampu menunaikan hak-hak suami seperti yang dilakukan oleh isteri Tsabit bin Qais. Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Abbasz berkata, isteri Tsabit bin Qais datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dia berkata, "Ya Rasulullah, aku tidak membenci agama dan akhlak Tsabit, hanya saja aku takut kufur dalam Islam." Rasulullahshallallahu 'alaihi wasallam bertanya, "Apakah kamu mahu mengembalikan kebunnya kepadanya?" Dia menjawab, "Ya." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam meminta Tsabit berpisah darinya. Apa yang dilakukan isteri Tsabit ini merupakan tindak lanjut dari firman Allah Subhanahu waTa'ala,

وَلاَ يَحِلُّ لَكُمْ أَن تَأْخُذُواْ مِمَّآ ءَاتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلاَّ أَن يَخَافَآ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ
, "Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahawa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya." (QS. al-Baqarah: 229).

F. Ihdad (berkabung) hanya boleh tiga hari tetapi untuk suami -maksudnya jika suami yang meninggal- maka masa ihdad lebih panjang iaitu empat bulan sepuluh hari.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir berihdad atas mayat lebih dari tiga malam kecuali atas suami iaitu empat bulan sepuluh hari." (Muttafaq alaihi).

G. Tatanan iddah (masa tunggu) bagi isteri yang berpisah dari suami, di mana dalam masa ini isteri belum boleh menerima lamaran dari orang lain karena hak suami dan suami tetap dinamakan suami yang memegang hak rujuk jika berpisahnya masih memungkinkan untuk rujuk.
firman Allah Subhanahu waTa'ala,

﴿وَالْمُطَلَّقَـتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَـثَةَ قُرُوءٍ وَلاَ يَحِلُّ لَهُنَّ أَن يَكْتُمْنَ مَا خَلَقَ اللَّهُ فِى أَرْحَامِهِنَّ إِن كُنَّ يُؤْمِنَّ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الاٌّخِرِ وَبُعُولَتُهُنَّ أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُواْ إِصْلَـحاً
"Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah." (QS. al-Baqarah: 228).
- bersambung
Baca Selanjutnya...

Tuesday, May 25, 2010

Relaks Kejap - JANGAN TENSION - Scooter Canggih.


















Baca Selanjutnya...

Monday, May 24, 2010

SUBUR CINTA MENITI USIA - bercerai di usia emas?




















Baca Selanjutnya...

Sunday, May 23, 2010

KELICIKAN YAHUDI, KITA DITIPU...........ye ke email nie?

Salam kawan-kawan,

Bacalah email yang saya terima nie, pastu fikir-fikirkanlah SEJAUHMANA kebenarannya. Kalau betul dengan Islam dan tak bercanggah dengan prinsip kesihatan MAKA kita amalkan.

Renungan bersama ...

Kehebatan dan kebijaksanaan Yahudi


السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Kata-katanya ini adalah bertepatan dengan hadis Rasullulah:


"Berwaspadalah terhadap syaitan demi keselamatan agama kamu.. Dia telah berputus asa untuk menyesatkan kamu dalam perkara-perkara besar, maka berjaga-jagalah supaya kamu tidak mengikutnya dalam perkara-perkara kecil."


Antara 'barangan mereka' yang telah dijadikan ikutan oleh kebanyakan dari kita.

1. Kita diajar dalam buku biologi, buku pemakanan (kajian dan terbitan para kafir ni) bahawa kalau nak dapat vitamin B dan kalau nak tambah darah kita kena makan hati haiwan dan hati ayam. tetapi sebenarnya Nabi kita tidak menggalakkan pemakanan organ dalaman. Nak ikut kafir ke nak ikut nabi kita? Sebenarnya makan hati ayam dapat melembabkan otak kita sbb hati merupakan organ dimana semua toksin akan dikumpulkan dan dineutralkan. so kepekatan toksin adalah tinggi di hati ayam. makanlah kita toksin tersebut serta bengaplah otak kita umat Islam sebab percaya buku sains keluaran kafir ini.

2. Kita diajar dalam sains bahawa kopi tidak bagus untuk kesihatan. Namun sebenarnya kopi adalah antara minuman kegemaran Nabi kita selain susu dan madu. Cuba tengok Yahudi, mereka minum kopi, Starbuck. Profesor di UK yang Yahudi semua ada segelas kopi dit tangan mereka.

3. Kita diajar memakan kambing tinggi kolesterol, namun kambing juga adalah makanan Nabi kita. Seolah-olah buku sains ni nak merendahkan pemakanan Nabi kita. Sebenarnya daging kambing adalah daging paling kurang kolesterol.

4. Kita diajar bahawa makan McDonalds adalah bagus, namun sebenarnya McDonalds adalah makanan yang sangat tinggi MSG dan kolesterolnya dan paling banyak lemak tepu trans.

5. Para kafir ni juga menggalakkan kita minum dan makan makanan yang langsung tak berkhasiat , contohnya coke dan maggi . Coke tu sangatlah beracun, pastu sangat tidak bagus untuk kesihatan (gula tinggi, berasid, pH dalam lingkungan 3.5, ada racun tersembunyi) . Dan para Melayu kita juga yang ketagih minum.

6 . Untuk pengetahuan, para kafir agen dajjal ni gak mengwar-warkan kebaikan minum soya (sebab USA merupakan pengeluar soya terbesar), namun sebenarnya soya dapat melemahkan kejantanan lelaki dan mengurangkan kesuburan lelaki dan perempuan. selain itu juga soya dapat meningkatkan risiko kanser payudara, kanser ovari, kanser prostat, serta melemahkan otak dan tulang sbb dalam soya ada hormon estrogen yang sama dgn estrogen kat wanita. pastu soya ada phytic acd yang membuatkan penyerapan kalsium, magnesium dan zinc yang penting untuk badan kita terjejas.
Baca Selanjutnya...

Saturday, May 22, 2010

AKIBAT BERBUAT MAKSIAT - Bhg 2

Maksiat Menghalangi Ilmu Pengetahuan
Ilmu adalah cahaya yang dipancarkan ke dalam hati. Namun, kemaksiatan dalam hati dapat menghalangi dan memadamkan cahaya tersebut. Ketika Imam Malik melihat kecerdasan dan daya hafal Imam Syafi’i yang luar biasa, beliau (Imam Malik) berkata, „Aku melihat Allah telah menyiratkan cahaya di hatimu, wahai anakku. Janganlah engkau padamkan cahaya itu dengan maksiat.

Maksiat Menghalangi Rezki
Jika ketakwaan adalah penyebab datangnya rizki. Maka meninggalkannya berarti menimbulkan kefakiran. „Seorang hamba dicegah dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya" (HR. Ahmad)
Maksiat Menimbulkan Jarak Dengan Allah
Diriwayatkan ada seorang laki-laki yang mengeluh kepada seorang arif tentang kesunyian jiwanya. Sang arif berpesan, „Jika kegersangan hatimu akibat dosa-dosa, maka tinggalkanlah (perbuatan dosa itu). Dalam hati kita, tak ada perkara yang lebih pahit daripada kegersangan dosa diatas dosa."

Maksiat Menjauhkan Pelakunya dengan Orang Lain
Maksiat menjauhkan pelakunya dari orang lain, terutama dari golongan yang baik. Semakin berat tekanannya, maka semakin jauh pula jaraknya hingga berbagai manfaat dari orang yang baik terhalangi. Kesunyian dan kegersangan ini semakin menguat hingga berpengaruh pada hubungan dengan keluarga, anak-anak dan hati nuraninya sendiri.
Seorang salaf berkata, „Sesungguhnya aku bermaksiat kepada Allah, maka aku lihat pengaruhnya pada perilaku binatang (kendaraan) dan istriku."

Maksiat Menyulitkan Urusan
Jika ketakwaan dapat memudahkan segala urusan, maka pelaku maksiat akan menghadapi kesulitan dalam menghadapi segala urusannya. Maksiat Menggelapkan Hati Ketaatan adalah cahaya, sedangkan maksiat adalah gelap gulita.
Ibnu Abbas ra berkata, „Sesungguhnya perbuatan baik itu mendatangkan kecerahan pada wajah dan cahaya pada hati, kekuatan badan dan kecintaan. Sebaliknya, perbuatan buruk itu mengundang ketidakceriaan pada raut muka, kegelapan di dalam kubur dan di hati, kelemahan badan, susutnya rizki dan kebencian makhluk."

Maksiat Melemahkan Hati dan Badan
Kekuatan seorang mukmin terpancar dari kekuatan hatinya. Jika hatinya kuat maka kuatlah badannya. Tapi bagi pelaku maksiat, meskipun badannya kuat, sesungguhnya dia sangat lemah jika kekuatan itu sedang dia butuhkan, hingga kekuatan pada dirinya sering menipu dirinya sendiri. Lihatlah bagaimana kekuatan fisik dan hati kaum muslimin yang telah mengalahkan kekuatan fisik bangsa Persia dan Romawi.

Maksiat Menghalangi Ketaatan
Orang yang melakukan dosa dan maksiat akan cenderung untuk memutuskan ketaatan. Seperti selayaknya orang yang satu kali makan tetapi mengalami sakit berkepanjangan dan menghalanginya dari memakan makanan lain yang lebih baik.

Maksiat Memperpendek Umur dan Menghapus Keberkatan
Pada dasarnya, umur manusia dihitung dari masa hidupnya. Sementara itu tak ada yang namanya hidup kecuali jika kehidupan itu dihabiskan dengan ketaatan, ibadah, cinta dan dzikir kepada Allah serta mementingkan keridhaan-Nya.

Maksiat Menumbuhkan Maksiat Lain
Seorang ulama Salaf berkata, bahwa jika seorang hamba melakukan kebaikan, maka hal tersebut akan mendorong dia untuk melakukan kebaikan yang lain dan seterusnya. Dan jika seorang hamba melakukan keburukan, maka dia pun akan cenderung untuk melakukan keburukan yang lain sehingga keburukan itu menjadi kebiasaan bagi si pelaku.

Maksiat Mematikan Bisikan Hati Nurani
Maksiat dapat melemahkan hati dari kebaikan dan sebaliknya akan menguatkan kehendak untuk berbuat maksiat yang lain. Maksiat pun dapat memutuskan keinginan untuk bertobat. Inilah yang akan menjadi penyakit hati yang paling besar.

Maksiat Menghilangkan Keburukan Maksiat Itu Sendiri dan Memudahkan Dosa
Jika orang sudah biasa berbuat maksiat, maka ia tidak lagi buruk memandang perbuatan itu, sehingga maksiat itu menjadi adat kebiasaan. Ia pun tidak lagi mempunyai rasa malu melakukannya, bahkan memberitakannya kepada orang lain tentang perbuatannya itu. Dosa yang dilakukannya dianggapnya ringan dan kecil. Padahal dosa itu adalah besar di mata Allah swt.

Maksiat Warisan Umat Yang Pernah Diazab
Misalnya, homoseksual adalah warisan umat nabi Luth as. Perbuatan curang dengan mengurangi takaran adalah peninggalan kaum Syu’aib as. Kesombongan di muka bumi dan menciptakan berbagai kerusakan adalah milik Fir’aun dan kaumnya. Sedangkan takabur dan congkak merupakan warisan kaum Hud as.
Dengan demikian bisa dikatakan, bahwa pelaku maksiat jaman sekarang adalah kaum yang memakai baju atau mencontoh umat terdahulu yang menjadi musuh Allah swt.
Dalam musnad Imam Ahmad dari Ibmu Umar disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda, „ ... Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongannya."

Maksiat Menimbulkan Kehinaan dan Mewariskan Kehinadinaan
Kehinaan itu tidak lain adalah akibat perbuatan maksiatnya kepada Allah sehingga Allah pun menghinakannya. „...Dan barang siapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki." (QS. Al-Hajj:18)
Sedangkan kemaksiatan itu akan melahirkan kehinadinaan, karena kemuliaan itu hanya akan muncul dari ketaatan kepada Allah swt. „Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah lah kemuliaan itu ..." (QS. Al-Faathir:10)
Seorang Salaf pernah berdoa, „Ya Allah, anugerahilah aku kemuliaan melalui ketaatan kepada Mu, dan janganlah Engkau hina dinakan aku karena aku bermaksiat kepada Mu."

Maksiat Merusak Akal
Ulama Salaf berkata, bahwa seandainya seseorang itu masih berakal sehat, maka akal sehatnya itulah yang akan mencagahnya dari kemaksiatan kepada Allah. Dia akan berada dalam genggaman Allah, sementara malaikat menyaksikan dan nasihat Al-Qur’an pun mencegahnya, begitu pula dengan nasehat keimanan. Tidaklah seseorang melakukan maksiat kecuali akalnya telah hilang.

Maksiat Menutup Hati
Allah berfirman, „Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka." (Al-Muthoffifiin:14)
Imam Hasan mengatakan hal itu sebagai dosa yang berlapis dosa. Ketika dosa dan maksiat telah menumpuk maka hatinya pun telah tertutup.

Maksiat Dilaknat Rasulullah saw
Rasulullah saw melaknat perbuatan maksiat seperti mengubah petunjuk jalan, padahal petunjuk jalan itu sangat penting (HR Bukhari), melakukan perbuatan homoseksual (HR Muslim), menyerupai laki-laki bagi wanita dan menyerupai wanita bagi laki-laki, mengadakan praktek suap-manyuap (HR Tarmidzi) dan sebagainya.

Maksiat Menghalangi Syafaat Rasul dan Malaikat
kecuali bagi mereka yang bertobat dan kembali ke pada jalan yang lurus, sebagaimana Allah swt berfirman : „(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman (seraya mengucapkan) : „Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyla-nyala. Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang soleh diantara bapak-bapak mereka, dan istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan ... „ (QS: Al-Mukmin:7-9)

Maksiat Melenyapkan Malu
Malu adalah pangkal kebajikan, jika rasa malu telah hilang, hilangkah seluruh kebaikannya. Rasulullah bersabda : „Malu itu merupakan kebaikan seluruhnya. Jika kamu tidak merasa malu, berbuatlah sesukamu." (HR. Bukhari)

Maksiat Meremehkan Allah
Jika seseorang berlaku maksiat, disadari atau tidak, rasa untuk mengagungkan Allah perlahan-lahan lenyap dari hati. Jika perasaan itu masih ada, tentulah ia akan mencegahnya dari berlaku maksiat.

Maksiat Memalingkan Perhatian Allah
Allah akan membiarkan orang yang terus-menerus berbuat maksiat berteman dengan syaitan. Allah berfirman : „Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. Al-Hasyir:19)

Maksiat Melenyapkan Nikmat dan Mendatangkan Azab
Allah berfirman : „Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS Asy-Syura:30)
Ali ra berkata : „Tidaklah turun bencana malainkan karena dosa. Dan tidaklah bencana lenyap melainkan karena tobat."

Maksiat Memalingkan Istiqamah
Orang yang hidup di dunia ini bagaikan seorang pedagang. Pedagang yang cerdik tentu akan menjual barangnya kepada pembeli yang sanggup membayar dengan harga tinggi. Ialah Allah yang akan membeli barang itu dan dibayarnya dengan kehidupan surga yang abadi. Jika seseorang menjualnya dengan imbalan kehidupan dunia yang fana, ketika itulah ia tertipu.

Sumber : Al-Qur'an & Sunnah „Akibat Berbuat Maksiat" karya Ibnu Qayyim Al-Jauziah
Baca Selanjutnya...

Friday, May 21, 2010

AKIBAT BERBUAT MAKSIAT - Bhg 1

Salam teman-teman,


Mari kita melihat akibat berbuat maksiat. Bukan sahaja akibat di akhirat bahkan di dunia. Islam adalah agama untuk kehidupan dunia dan akhirat.


(Bagian 1 : Pengantar)

„Seorang mukmin jika berbuat satu dosa, maka ternodalah hatinya dengan senoktah warna hitam. Jika dia bertobat dan beristighfar, hatinya akan kembali putih bersih. Jika ditambah dengan dosa lain, noktah itu pun bertambah hingga menutupi hatinya. Itulah karat yang disebut-sebut Allah dalam ayat ,

كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَّا كَانُواْ يَكْسِبُونَ

„Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka." (QS Al-Muthoffifiin : 14) (HR Tarmidzi)

Perbuatan Maksiat Dalam Al-Qur'an Allah swt berfirman

﴿وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ ﴾

yang artinya : „Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada ku" (QS.51:56)

Disana Allah swt menegaskan kepada manusia, bahwa maksud dari penciptaan manusia dan jin adalah hanya untuk beribadah kepada Allah swt, lain tidak. Dalam rangka menunaikan tugas ibadah tersebut, manusia diperintahkan untuk taat dan tunduk kepada semua perintah Allah swt, baik yang langsung Allah swt firmankan dalam Al-Qur'an, maupun yang disampaikan melalui sabda Rasulullah saw.

Oleh sebab itulah di dunia ini hanya terdapat 2 golongan manusia. Golongan pertama adalah mereka yang selalu taat pada segala perintah Allah swt dan sunnah Rasulullah saw. Sedangkan golongan kedua adalah mereka yang ingkar kepada perintah ALlah dan RasulNYA. Perbuatan ingkar itulah yang disebut dengan maksiat dan setiap perbuatan maksiat itu adalah dosa.

Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziah mengatakan, bahwa orang-orang bodoh mengandalkan rahmat dan ampunan Allah swt sehingga mereka mengabaikan perintah dan larangan-Nya serta lupa dengan azab-Nya yang pedih dan tak mungkin dicegah. Barangsiapa yang mengandalkan ampunanNya tetapi tetap berbuat dosa, dia sama dengan orang-orang yang membangkang.

Nasib Para Pelaku Maksiat

Al-Qur'an telah banyak menceritakan berbagai kejadian dan bahaya yang ditimbulkan dari perbuatan maksiat. Cerita tersebut bukanlah sesuatu yang dibuat-buat atau lamunan, apalagi cerita bohong untuk sekedar menakut-nakuti manusia, namun ia benar-benar terjadi dan menjadi tragedi bagi umat manusia.

Diantaranya adalah banjir besar yang mencapai puncak gunung pada masa nabi Nuh as yang menjadikan penghuni bumi karam tenggelam, angin puting beliung yang berhembus keras membanting kaum ‘Ad hingga semua mati bagaikan pelepah kurma yang berguguran, guntur dahsyat yang mematikan kaum Tsamud, hujan batu di negri Sodom pada kaum nabi Luth yang membinasakan semua penghuninya, awan azab berupa mega naungan yang ketika turun bagaikan api yang membakar kaum Syu’aib, tenggelamnya Fir’aun dan kaumnya di sungai Nil, pekik keras yang menghancurkan orang-orang yang digambarkan dalam surat Yasin.

Sekali lagi, semua kisah tersebut benar terjadi. Dan penyebab turunnya azab Allah swt tersebut tidak lain adalah perbuatan dosa dan maksiat sehingga semua menjadi pelajaran bagi umat manusia hingga hari kiamat.

Dalam hadits riwayat Ibnu Majah Rasulullah saw bersabda : „Wahai segenap Muhajirin, ada lima hal yang membuat aku berlindung kepada Allah swt dan aku berharap kalian tidak mendapatkannya. Pertama, tidaklah perbuatan zina tampak pada suatu kaum sehingga mereka akan tertimpa bencana wabah dan penyakit yang tidak pernah ditimpakan kepada orang-orang sebelum mereka. Kedua, tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan melainkan mereka akan tertimpa paceklik, masalah ekonomi dan kedurjanaan penguasa. Ketiga, tidaklah suatu kaum menolak membayar zakat melainkan mereka akam mengalami kemarau panjang. Sekiranya tidak karena binatang, niscaya mereka tidak akan diberi hujan. Keempat, tidaklah suatu kaum melakukan tipuan (ingkar janji) melainkan akan Allah swt utus kepada mereka musuh yang akan mengambil sebagian yang mereka miliki. Kelima, tidaklah para imam (pemimpin) mereka meninggalkan (tidak mengamalkan Al-Qur'an) melainkan akan Allah swt jadikan permusuhan antara mereka."

Rasulullah saw juga bersabda : „Jika engkau dapati Allah Azza wa Jalla memberikan limpahan kekayaan kepada seorang hamba padahal hamba itu tetap berada di dalam kemaksiatan, maka tak lain hal itu merupakan penundaan tindakan dari Nya" (HR Ahmad)

Selanjutnya beliau (Rasulullah saw) membaca ayat yang artinya :

فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُواْ بِمَآ أُوتُواْ أَخَذْنَـهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُّبْلِسُونَ

„Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa." (QS Al-An’aam : 44)

Imam Ahmad meriwayatkan, Abi Rafi’ bercerita bahwa Rasulullah saw pernah melewati pekuburan Baqi. Lalu beliau berkata, „Kotorlah engkau, cis ... !" Aku menyangka kiranya beliau maksudkan diriku. Beliau bertutur, „Tidak, cuma inilah kuburan si fulan yang pernah kuutus untuk memungut zakat pada bani fulan lalu dia mencuri baju wol dan kini dia sedang dipakaikan baju yang serupa dari api neraka.

Dalam shahih Muslim dikatakan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : „Penduduk yang di dunia begelimang kesenangan sementara dia itu termasuk ahli neraka dihadirkan pada hari kiamat untuk kemudian dicelup dengan celupan neraka. Kemudian kepada mereka dikatakan, „Hai ibnu Adam, adakah kau lihat kebaikan ?" Dia menjawab, „Wallahi, tidak ya Rabbi !" Dan manusia yang di dunia paling sengsara hidupnya sementara dia itu calon penghuni surga akan dicelup dengan celupan surga. Lalu kepada mereka akan dikatakan, „Hai ibnu Adam, adakah kau peroleh kesengsaraan ? Adakah kau temui kegetiran ?" Dia menjawab, „Tidak, demi Allah ya Rabbi, tidak kudapati sama sekali.""

Sedangkan dalam shahih Muslim Rasulullah saw pernah bersabda tentang 3 golongan manusia yang pertama diadili di hari akhir. Golongan pertama adalah mereka yang mati syahid. Diantara mereka wajahnya tersungkur dan diseret ke neraka karena ternyata perang yang telah dilakukannya semata-mata hanya agar disebut pahlawan. Golongan kedua adalah orang yang sering membaca Al-Qur'an, rajin menuntut ilmu dan senantiasa mengamalkan pengetahuannya. Namun ternyata mereka juga tersungkur dan diseret ke dalam nereka. Mengapa ? Karena ternyata mereka hanya ingin mendapat gelar sebagai orang alim dan pintar. Golongan ketiga adalah seorang laki-laki yang seluruh kekayaannya dia korbankan. Tetapi nasibnya sama dengan kedua golongan sebelumya, ia tersungkur dan diseret ke neraka, karena ia melakukan itu agar dikatakan dermawan.

Masih banyak ayat-ayat Al-Qur'an maupun sabda Rasul yang menggambarkan akan bencana apa yang dialami oleh orang yang berbuat maksiat. Namun cukuplah kiranya beberapa ayat, hadits dan kisah diatas menjadi pelajaran bagi kita untuk bisa diambil hikmah dan membuat kita lari dari perbuatan maksiat.

Selanjutnya pada bagian dua dari tulisan ini akan kita lihat 26 pengaruh dan bahaya maksiat yang dapat langsung dirasakan oleh setiap diri manusia, seperti yang dituliskan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziah dalam bukunya „Aatsaarul Ma’ashi wa Adhraaruha" (Akibat Berbuat Maksiat). - BERSAMBUNG

Baca Selanjutnya...